Merayakan Perjuangan Wanita Terhebatku, Ibu.

anis saadah
2 min readDec 22, 2020

--

Hari ini, 22 Desember adalah hari untuk merayakan wanita hebat dari anak anak seluruh semesta. Banyak ucapan syukur dengan beragam ekspresi. Sebagai anak saya menyadari hari ini diciptakan bukan untuk mengingat ibu kita dalam satu tahun sekali. Tetapi, menjadi hari untuk memaknai sebuah perjuangan yang layak untuk terus kita ingat darimana kita berasal,akar keberadaan kita, Ibu. Kali ini ingin kuceritakan kepada kalian sosok seperti apa yang membuatku menjadi seperti hari ini.

Matahari sudah teramat condong ke barat, ibuku tak kunjung pulang rumah. Menjelang adzan maghrib, ibuku datang dengan baju penuh lumpur. Ya, ibuku seharian melawan terik matahari dengan buruh tani. Bukan untuk membeli baju barunya, bukan pula membeli makeup,atau sepatu baru tapi semua demi dua anak perempuannya.

Ibuku anak ke lima dari enam bersaudara, ekonomi keluarga kakek yang tidak begitu beruntung membuat ibu harus berhenti sampai SD. Setelah mencoba pertaruhan bekerja di pabrik, akhirnya ibuku memutuskan untuk kembali ke desa dan menikah dengan bapak ku.

Desa di perbukitan menoreh kota Purworejo menjadi tempat aku dilahirkan dan tumbuh besar hinga delapan belas tahun. Hidup dengan mertua, membuat ibuku mengalami banyak kesulitan. Mengolah sawah keluarga,bekerja tambahan untuk menambah penghasilan PNS bapak.

Kesibukan ibuku yang begitu rupa dengan mencari biaya tambahan untuk hidup, membuatnya tidak bisa memanjakan anak nya. Dengan keterbatasan Pendidikan dia juga tidak bisa mengajariku secara akademik. Perlahan obrolan kamipun mulai tak nyambung, perbedaan kosakata dan bahasan topik lainya.

Tapi, tidak dimanja bukan berarti tidak menyanginya, bukan? Ekspresi menyayangi dalam budaya jawa atau kelas menengah bawah memang tidak terlihat. Ekspresi mewujud dalam bentuk tanggung jawab ekonomi, agama dan cita cita. Cenderung ekspresi itu dilihat sebagai galak dan tegas beda dengan kelas atas yang bias barat.

Dia menyadari keterbatasan nya itu, sehingga dia mendukung ku dengan cara lain. Dulu waktu saya di sekolah dasar, saya mengerjakan PR sambil mendengarkan cerita bukit menoreh di radio, selalu ibuku menemani sambil tertidur. Ya, ibuku mudah sekali tidur ketika ketemu bantal mungkin dalam hitungan menit dia akan terlelap, hehe…. Alhamdulilah, jadi tidak mudah stress dan terbebani pikiranya.

Ibu, rasanya aku mulai melupakan setiap jengkal moment bersama mu. Aku merantau sudah hampir delapan tahun, kini aku mengorek ngorek lagi beragam momentum untuk kutuliskan agar moment itu terpatri terus dalam setiap langkah kedepan ku.

Tapi, masih teringat sekali betapa panik dan geram nya kau ketika aku dijahilin anak laki laki di desa, bangga nya kau ketika melihatku khatam alquran, dan melihatku di wisuda. Oia, aku tidak pernah curhat apalagi berkeluh kesah padamu ya, hehe. Bukan karna aku tidak mempercayaimu, tetapi aku tidak ingin menambah beban mu.

Aku hanya ingin memberimu kabar kabar bahagia, sisanya biarlah aku yang mengurusnya. Tidak ingin kumenambah repot dengan segala permasalahan dan kerumitan yang ada dikepala dan proses proses ku, biarlah itu menjadi proses mendewasaku.

Ibu, Ibu oh Ibu. Aku tahu mengapa surga di telapak kaki ibu, kau memang layak menjadi tempat bagi anak anamu bersujud dan berbakti atas segala pengorbanan dan upaya jerih payahmu.

Ibu, ijinkan aku berbakti padamu sampai maut memisahkan kita, Sampai senja berlabuh di peraduanya.

Salam Takzim

--

--

anis saadah

Imagination Is More Important Than Knowledge -Albert Einstein | Cooperator | Social Enterpreuner